sistem pengendalian sosial



Sistem pengendalian sosial ( social control ) dan  ciri – ciri umum lembaga kemasyarakatan


A.    Sistem Pengendalian Sosial (Sosial Control)
Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya
(misalnya seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian sosial dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, atau oleh suatu kelompok terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari - hari, walau sering kali manusia tidak menyadari. Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif berbeda dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam diri para warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk  kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-tidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara paksaan lah yang akan mendarah daging serta berakar kuat. Di samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti complution dan pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek bawah sadar seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu. Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang sudah kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal. Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada pihak-pihak tertentu). Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator. Berbeda dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum terjadinya perkara atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau siapa yang kalah, tetapi yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak (yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi dan konsiliasi, standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan pihak-pihak tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis ataupun dengan mengundang pihak ketiga. Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat diselenggarakan pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang diterapkan terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang dianggap paling lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf selanjutnya adalah menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di dalam proses tersebut, norma hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di dalam penerapannya senantiasa harus diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian masyarakat yang dihadapi.
B.     Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
Gillin di dalam karyanya yang berhudul General Features of Social Institution, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.      lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan polapola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2.      Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak diketahui atau disadarisetelah diwujudkan, yang kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
4.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gerjagi Indonesia baru memotong apabila didorong.
5.      Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti universitas, institut, dan lain-lainnya mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6.      Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Secara menyeluruh ciri-ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu, seperti perkawinan. Sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, perkawinan mungkin mempunyai fungsi-fungsi di antaranya :
a.       Sebagai pengatur perilaku seksual manusia dalam pergaulan hidupnya.
b.      Sebagai pengatur pemberian hak dan kewajiban bagi suami, istri, dan juga anak-anaknya
c.       Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup karena secara naluriah manusia senantiasa berhasrat untuk hidup berkawan.
d.      Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan bermateriil
e.       Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan prestise
f.       Di dalam hal-hal tertentu, untuk memelihara interaksi antar kelompok sosial.
C.    Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan
Menurut Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di klasifikasi
sebagai berikut.
1.      Crescive institutions dan enacted institutions merupakan klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive institutions yang juga disebut lembagalembaga paling primer merupakan lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
2.      Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk mmeelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga, sekolah-sekolah, negara, dan lainnya dianggap sebagai basic institutions yang pokok. Sebaliknya adalah subsidiary institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3.      Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned institutions dengan unsanctioned institutions. Approved atau social sanctioned institution merupakan lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya adalah unsanctioned institution yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng, dan sebagainya.
4.      Pembedaan antara general institution dengan restricted institution timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general institution, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sementara itu, agama Islam, Protestan, Katolik, Budha, dan lain-lainnya merupakan restricted institution karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini.
5.      Berdasarkan fungsinya, terdapat pembedaan antara operative institutiondan regulative institution. Operative institution berfungsi sebagai Unknown di 13.53 lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Regulative institution, bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut menunjukan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan.
D.    Cara-cara Mempelajari Lembaga Kemasyarakatan
1.      Analis secara historis
Analis secara historis bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu. Misalnya diselidiki asal mula serta perkembangan lembaga demokrasi, perkawinan yang monogami, keluarga batih, dan lain sebagainya.
2.      Analis komparatif
Analis komparatif bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam berbagai masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk milik, praktik-praktik pendidikan kanakkanak dan lainnya. banyak ditelaah secara komparatif. Cara analisis ini banyak sekali digunakan oleh para ahli antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Mead, dan lain-lain.
3.      Analis fungsional
Lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisis hubungan antara lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini, yang lebih menekankan hubungan fungsionalnya, sering kali mempergunakan analisis-analisis historis dan komparatif. Sesungguhnya suatu lembaga kemasyarakatan tidak mungkin hidup sendiri terlepas dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Misalnya penelitian tentang lembaga perkawinan mau tak mau akan menyangkut pula penelitian terhadap lembaga pergaulan muda-mudi, lembaga keluarga, lembaga harta perkawinan, lembaga kewarisan, dan lain sebagainya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga pendekatan tersebut bersifat saling melengkapi. Artinya, di dalam meneliti lembaga-lembaga kemasyarakatan, salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok, sedangkan yang lain bersifat sebagai tambahan untuk melengkapi kesempurnaan cara-cara penelitian.
BLOG POST ( Supriadi Zalukhu )
Nama                                                        :  Supriadi Zalukhu
Status                                                        :  Mahasiswa
Tempat/Tanggal Lahir                            :  Ononamölö/ 25 Juni 1998
No.hp                                                        :  085370545085



Komentar